Analisis Tingkat Kerawanan Bencana Longsor di Kabupaten Sragen
Kerawanan terhadap bencana longsor merupakan salah satu pertimbangan dalam pengembangan kawasan pemukiman. Semakin rawan bencana longsor suatu kawasan, maka kawasan tersebut semakin dihindari utnuk pengembangan pemukiman dan harus ditekankan dalam memitigasi bencana longsor. Pemukiman yang berada di kawasan rawan bencana longsor, terutama di kawasan rawan tingkat tinggi, perlu direlokasi ke lokasi yang lebih stabil.
Kasus yang dianalisis dalam tutorial ini adalah penentuan area rawan bencana longsor di Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Peta hasil penentuan area rawan bencana longsor ini akan ditumpangtindihkan dengan data sebaran pemukiman dan gedung eksisting di Kabupaten Sragen. Analisis ini bertujuan untuk mengenali area pemukiman mana yang saat ini dibangun di area dengan tingkat rawan bencana longsor yang tinggi, sedang, dan rendah di Kabupaten Sragen.
KERANGKA TEORITIK
Bencana merupakan peristiwa yang mengancam (merugikan) kehidupan seta penghidupan masyarakat, akibat dari faktor alam, faktor nonalam, dan faktor manusia. Hal-hal yang diakibatkan dari bencana dapat berupa korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta, dan kerugian psikologis (Republik Indonesia, 2007). Bencana longsor merupakan salah satu bencana yang disebabkan oleh alam, di samping gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, dan angin topan.
Tanah longsor adalah jenis gerakan massa tanah/batuan, yang menuruni lereng akibat terganggunya kestabilan tanah/batuan penyusun lereng. Pergerakan massa ini terjadi dalam volume yang besar. Tanah longsor dapat mengakibatkan korban jiwa apabila terjadi di kawasan pemukiman. Parameter-parameter longsor dapat berupa faktor iklim, topografi, vegetasi tanah, dan manusia, dengan persamaan berikut:
L = f (i, r, v, t, m)
Ket:
L: rawan longsor;
i: iklim;
r: topografi;
v: tumbuh-tumbuhan;
t: tanah;
m: manusia;
Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan akan memengaruhi kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan, dan kerusakan longsor (Barus, 1999). Kemiringan dan panjang lereng merupakan dua elemen topografi yang paling berpengaruh terhadap longsor (Arifin, Carolila, dan Winarso, 2006).
Tipe tanah juga memiliki tingkat kepekaan terhadap kerawanan bencana longsor. Coster (1938) dalam Arsyad (1989), mendeskripsikan bahwa tanah Regosol dan Grumusol merupakan tanah yang sangat peka erosi, apabila dibandingkan dengan tanah Andosol atau Latosol.
KERANGKA KERJA
Pengolahan data dilakukan dengan memanfaatkan Model Builder dalam ArcGIS, dengan kerangka berikut:
Variabel (i) tingkat kelerengan, (ii) curah hujan), (iii) geologi/formasi batuan), dan (iv) jenis tanah diberi skor dalam masing-masing tabel atributnya. Tiap layer variabel tersebut kemudian di-convert menjadi bentuk raster, lalu ditumpangtindihkan sesuai bobotnya (menggunakan tool Weighted Overlay). Hasil dari Weighted Overlay ini akan ditindih dengan data sebaran pemukiman dan gedung di Kabupaten Sragen, sehingga diketahui pemukiman yang terdapat di area dengan tingkat rawan bencana longsor yang tinggi, sedang, dan rendah.
HASIL
Hasil dari Weighted Overlay dari data raster kelerengan, geologi, jenis tanah, dan curah hujan Kabupaten Sragen, yang kemudian ditindihkan dengan data sebaran pemukiman dan gedung di Kabupaten Sragen, menghasilkan peta berikut:
REFERENSI
Arifin, S., Carolila, I., Winarso, C. 2006. Implementasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor (Propinsi Lampung). Jurnal Penginderaan Jauh, 3 (1): 77-86.
Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah Tunggal menggunakan SIG: Studi Kasus Daerah Ciawi-Puncak-Pacet Jawa Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Bogor.
Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta: Sekretariat Negara.
TUTORIAL
Pada saat aplikasi ArcGIS dibuka pertama kali, lakukan setting sistem koordinat yang akan digunakan. Klik kanan pada Layers pada Table of Contents, kemudian klik Properties... Akan muncul kotak dialog Data Frame Properties, klik tab Coordinate Systems. Pilih WGS 1984 UTM Zone 49S untuk sistem koordinat Kabupaten Sragen. Lakukan setting sistem koordinat ini di tiap kali membuka lembar kerja baru di aplikasi ArcGIS, supaya tiap layer yang dibuat memiliki sistem koordinat yang sesuai.
Melalui Catalog, drag data shapefile Geologi.shp, Hidrologi.shp, Jenis_tanah.shp, dan Kemiringan_lereng.shp ke dalam lembar kerja.
Pada masing-masing layer Geologi.shp, Hidrologi.shp, Jenis_tanah.shp, dan Kemiringan_lereng.shp, klik kanan kemudian klik Open Attribute Table. Pada kotak dialog Table, cari dan klik Add Field....
Tambahkan Field dengan nama “Skor” dan tipe “Short Integer”. Kemudian klik Start Editing pada tab Editor untuk mulai memberikan skor pada masing-masing atribut variabel.
Tabel atribut dari masing-masing layer sebagaimana gambar di atas.
Klik Save Edits dan Stop Editing pada tab Editor apabila input skor untuk masing-masing variabel telah dilakukan.
Untuk mulai membuat Model Builder, klik kanan pada salah satu folder (folder penyimpanan yang digunakan) pada Catalog, pilih New, klik Toolbox. Pada Toolbox yang terbentuk, klik kanan, klik New, klik Model...
Drag layer-layer Geologi.shp, Hidrologi.shp, Jenis_tanah.shp, dan Kemiringan_lereng.shp dari Table of Contents ke dalam Model Builder. Search dan masukkan tool Polygon to Raster ke dalam Model Builder. Kemudian hubungkan antara tiap variabel ke tiap tool Polygon to Raster.
Klik tiap kotak tool Polygon to Raster dalam Model Builder, kemudian akan muncul kotak dialog Polygon to Raster. Masukkan Value Field berupa Skor, dan Cellvalue menjadi 30 (angka cellvalue ini harus konsisten untuk semua variabel). Lakukan hal yang sama (Value Field dan Cellvalue) untuk variabel Geologi.shp, Hidrologi.shp, Jenis_tanah.shp, dan Kemiringan_lereng.shp.
Di Model Builder, hubungkan tiap hasil Polygon to Raster ke tool Weighted Overlay. Kemudian klik kotak tool Weighted Overlay tersebut. Atur Evaluation scale menjadi “1 to 5 by 1”, atur %Influence (penulis mengasumsikan 35% untuk kelerengan, 30% untuk geologi, 10% untuk curah hujan, dan 25% untuk jenis tanah), atur Scale Value sesuai dengan nilai skor pada Field, tentukan lokasi penyimpanan output, kemudian klik OK.
Klik ikon Save untuk menyimpan Model yang telah dibuat, supaya dapat dibuka kembali sewaktu-waktu. Kemudian klik ikon Run pada bagian paling kanan.
Klik ikon Add Data, kemudian pilih hasil dari Weighted Overlay yang baru saja disimpan, klik Add.
Pada Table of Content, untuk layer hasil Weighted Overlay, atur skor dari kuantitatif menjadi kualitatif (1 = Sangat Rendah, 2 = Rendah, 3 = Menengah, 4 = Tinggi). Atribut dari layer ini menunjukkan skala tingkat kerawanan bencana longsor di wilayah studi.
Layer hasil Weighted Overlay tersebut diberi warna yang mudah dipahami (misalnya Sangat Rendah = Hijau Tua, Rendah = Hijau Muda, Menengah = Jingga, dan Tinggi = Merah). Kemudian tindihkan layer tersebut dengan layer data sebaran pemukiman dan gedung di wilayah studi. Hasil dari tahap ini adalah peta di atas.
Semoga berguna.
Salam,
Abdurrahman Zaki
Post a Comment for "Analisis Tingkat Kerawanan Bencana Longsor di Kabupaten Sragen"