Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pemanfaatan SIG di PWK, Data Vektor, Raster, dan Quadtree

Manfaat SIG di Perencanaan Wilayah dan Kota
SIG hanya salah satu sistem informasi berbasis komputer yang mampu mengintegrasikan data dari berbagai sumber untuk menyediakan informasi yang dibuthkan dalam pengambilan keputusan di perencanaan wilayah dan kota (Han & Kim, 1989). Sistem Informasi Geografis mulai dikembangkan pada sekitar akhir tahun 1960-an, ketika hanya sedikit sekali departemen perencanaan yang menggunakan SIG karena mahalnya biaya perangkat SIG dan keterbatasan kemampuan software SIG tersebut. Penurunan harga perangkat keras komputer dan perangkat lunaknya, membuat SIG dapat digunakan secara lebih luas dalam bidang perencanaan di negara-negara berkembang di tahun 1990-an (Yeh, 1991).

Sebagai toolbox, Sistem Informasi Geografis membuat para perencana wilayah dan kota dapat melakukan analisis spasial dengan menggunakan fungsi geoproses semisal menumpangtindihkan peta (map overlay) (Berry, 1987; Tomlin, 1990). Overlay peta mungkin adalah fungsi yang paling berguna, karena perencanaan memiliki kebiasaaan dalam menumpangtindihkan peta ketika menganalisis kesesuaian lahan, dan menjadi hal/komponen yang penting dalam perencanaan wilayah dan kota (Hopkins, 1977; McHarg, 1969; Steinitz, Parker, & Jordan, 1976). Berikut ini adalah diagram SIG dan perencanaan wilayah dan kota (menjelaskan bahwa fungsi geoproses, query spasial dan pemetaan dalam SIG diperlukan dalam perencanaan wilayah dan kota).
Sumber: Yeh, 1999.
Gambar 1. GIS dan Perencanaan Wilayah dan Kota

SIG digunakan untuk menyimpan peta dan rencana penggunaan lahan, data sosio-ekonomi, data lingkungan, dan penerapan rencana. Perencan dapat menyaring informasi yang dibutuhkan dari basis data dengan melakukan spatial query. Pemetaan merupakan tool di SIG yang paling berguna dalam memvisualisasikan data dalam bentuk peta. Pemetaan dapat digunakan untuk mengeathui distribusi sosio-ekonomi, distribusi data lingkungan, dan menampilkan hasil analisis spasial dan model-model spasial yang digunakan. Analisis dan model spasial digunakan untuk analisis statistik spasial, pemilihan tapak, identifikasi lokasi wilayah perencanaan, analisis kesesuaian lahan, pemodelan transportasi guna lahan, dan penilaian dampak. Interpolasi, overlay peta, buffer, dan pengukuran konektivitas adalah fungsi SIG yang paling sering digunakan dalam analisis dan model spasial. Penggunaan fungsi-fungsi SIG bervariasi mengikuti jenis tugas dan tingkatan dalam perencanaan wilayah dan kota (Yeh, 1999). 

Manfaat dari penggunaan SIG dalam perencanaan wilayah dan kota adalah sebagai berikut (Royal Town Planning Institute, 1992): 
· Peningkatan pemetaan – akses yang lebih baik pada peta, tema pemetaan yang lebih efektif, dan biaya penyimpanan yang lebih rendah; 
· Efisiensi yang lebih besar dalam pengolahan informasi; 
· Akses yang lebih cepat dan lebih ekstensif pada tipe-tipe informasi geografis yang penting bagi perencanaan dan kemampuan untuk menggali skenario-skenario yang lebih luas. 
· Peningkatan analisis; 
· Komunikasi yang lebih baik antara publik dan staf; 
· Peningkatan kualitas pelayanan, semisal akses yang lebih cepat pada informasi dalam proses implementasi rencana. 

Berikut ini adalah diagram hubungan antara SIG, remote sensing, database dan model lain, terhadap perencanaan wilayah dan kota: 
Sumber: Yeh, 1999.
Gambar 2. Integrasi SIG, Penginderaan Jauh, Model dan Basis Data Lainnya dalam Perencanaan.

Data Vektor 
Penyimpanan data spasial dalam bentuk vektor akan sangat presisi/akurat untuk merepresentasikan kenyataan. Dalam data vektor, titik, garis, dan area disimpan sebagai koordinat Cartesian di dalam komputer. Data berupa garis yang hanya membentuk serial cell di dalam data struktur, akan diidentifikasi titik tengahnya apabila dalam bentuk data vektor. Suatu area yang dibentuk dalam suatu kelompok sel dalam bentuk data raster, akan dapat diketahui batas akuratnya apabila dalam bentuk data vektor. Keakuratan penyimpanan data vektor yang berupa data koordinat x dan koordinat ya, akan menghasilkan dataset yang lebih besar. Dalam data vektor juga terdapat hubungan antara data spasial dan atribut datanya. Setiap elemen dalam basis data vektor memiliki nomor identifikasi yang unik (Scholten & Stillwell, 2013).

Sumber: Scholten & Stillwell, 2013.
Gambar 3. Data Vektor

Data Raster 
Penyimpanan data raster (atau dapat disebut sebagai data grid), terbentuk dari grid-grid sel yang berada di atas area. Setiap grid sel memiliki nilai atribut masing-masing. Data raster yang memiliki grid-oriented (berorientasi pada grid), memiliki keterbatasan dalam segi atribut data. Citra satelit merupakan salah satu contoh infomasi dalam bentuk raster yang memiliki ukuran grid yang kecil Dalam citra satelit, hanya nilai tunggal (satu jenis nilai saja) yang terlampir pada masing-masing sel. Oleh sebab itu, data faktual dapat dikoleksi secara lebih efisien apabila melalui data raster (Scholten & Stillwell, 2013). Penginderaan jauh (remote sensing) seringkali terbentuk dari informasi geografis berupa raster (Curran, 1985).
Sumber: Scholten & Stillwell, 2013.
Gambar 4. Data Raster

Data Quadtree 
Data quadtree berada di posisi antara data vektor dan data raster. Data quadtree disimpan di dalam grid sel dengan ukuran yang dapat bervariasi. Area yang lebih luas dengan objek/data yang homogen, maka ukuran sel yang menyesuaikan dengan sisi-sisi area/objek. Ukuran sel akan mengecil untuk data/objek yang detail. Kecepatan dalam pengolahan data quadtree dapat lebih cepat daripada data vektor, dengan presisi data yang sama baik dengan data vektor. 
Sumber: Scholten & Stillwell, 2013.
Gambar 5. Data Quadtree


Referensi 
Berry, J. K. (1987). Fundamental operations in computer-assisted map analysis. International Journal of Geographical Information Systems, 1, 119–36. 

Curran, P. J. (1985). Principles of Remote Sensing. Longman. 

Han, S. Y., & Kim, T. J. (1989). Can expert systems help with planning? Journal of the American Planning Association, 55, 296–308. 

Hopkins, L. D. (1977). Methods for generating land suitability maps: a comparative evaluation. Journal of the American Planning Association, 44, 386–400. 

McHarg. (1969). Design with Nature. New York: Doubleday. 

Royal Town Planning Institute. (1992). Geographic information systems: a planner’s introductory guide prepared by the Institute’s GIS Panel. Londong: The Royal Town Planning Institute. 

Scholten, H. J., & Stillwell, J. (Eds.). (2013). Geographical Information Systems for Urban and Regional Planning. Springer Science & Business Media. 

Steinitz, C., Parker, P., & Jordan, L. (1976). Hand-drawn overlays: their history and prospective uses. Landscape Architecture, 66. 

Tomlin, C. D. (1990). Geographic Information Systems and Cartographic Modeling. Englewood Cliffs: Prentice-Hall. 

Yeh, A. G. O. (1991). The development and applications of geographic information systems for urban and regional planning in the developing countries. International Journal of Geographical Information Systems, 5, 5–27. 

Yeh, A. G. O. (1999). Urban Planning and GIS. Geographical Information System, 2, 877-. 


Semoga berguna.
Salam,
Abdurrahman Zaki

Post a Comment for "Pemanfaatan SIG di PWK, Data Vektor, Raster, dan Quadtree"